Thursday, March 26, 2009

REVISITING THE LAST SUPPER


REVISITING THE LAST SUPPER
31 Maret – 5 April 2009

PLACE: CG Artspace, Plaza Indonesia Lt. 3. Jakarta

OPENING : 31 Maret 2009.
TIME19.00 WIB

ARTISTS ARE :

Teguh Ostenrik, Hanafi, Ronald Manulang, Davy Linggar, J. Ariadhitya Pramuhendra, Albert Yonathan, Tisa Granicia, Beatrix Hendriani Kaswara (Bex), Hamdan Omar, Indra Leonardi, Yogie Ahmad Ginanjar, Chandra Johan, Tommy Tenggara, Agus’Kacrut’ Sumiantara, Jay Ticar dan Amy Aragon (Filipina).

CURATOR: Rifky Effendy



Catatan Kuratorial

“Do this in remembrance of me" (1 Corinthians 11:23–26 by Paul the Apostle)

Karya-karya dalam pameran REVISITING THE LAST SUPPER ini adalah hasil dari penafsiran terhadap Last Supper atau “ perjamuan terakhir” oleh para perupa, dengan didasari oleh undangan khusus. Ada tiga bagian utama dalam menafsir kembali The Last Supper. Pertama adalah sebagai pendekatan apropriasi atau mendekati subjek dengan sumber-sumber imaji karya lukisan Last Supper yang pernah dilukis maupun digambarkan dari jaman ke jaman.

Seperti karya para pelukis era renaisan, terutama Leonardo Da Vinci , pada abad 15, yang menafsir ulang perjamuan terakhir dengan cara yang berbeda dijamannya. Sehingga karya fresco di Gereja Maria delle Grazie, di Milan ini dianggap salah satu karya lukisan dinding yang amat penting karena selain sebagai sebuah karya seni bernilai reliji bagi umat Kristiani. The Last Supper versi Leonardo, secara kesejarahan (seni rupa barat) juga dianggap karya yang mengandung pemikiran dan kaidah-kaidah cara pandang diluar kelaziman, suatu metode glorifikasi atau dengan menguraikan adegan tersebut secara panorama 360 derajat yang dramatis dan matematis.

Pendekatan apropriasi dengan parodi atau pelesetan, pastische atau meminjam tanda dengan menggabungkan antara tema dan gaya dari karya yang pernah dibuat seniman lain atau bersifat derivative, serta bentuk – bentuk penggambaran yang bermakna berbeda dari makna karya muasalnya menjadi lazim dalam praktik seni kontemporer. Karena dengan pendekatan imaji, sang seniman biasanya menggunakan atau meminjam tanda-tanda dari imaji tersebut, untuk tujuan-tujuan yang sama sekali berbeda dan personal. Atau menggunakan imaji itu sebagai suatu kendaraan maupun sebagai metafor untuk mempersoalkan suatu hal lain yang bersifat kritik, maupun reaksi serta respon atas tanda-tanda, simbol dan metafor dalam karya sebelumnya.

Kedua, penafsiran teks Injili. Dalam menafsirkan teks biasanya sang seniman memaknai untuk tujuan yang berhubungan dengan konteks relijiositas. Alih-alih menjadi penciptaan karya yang didasari oleh makna keimanan terhadap ajaran Kristiani. Namun tak dipungkiri untuk dimaknai diluar konteks reliji, penggalian teks bisa dilakukan untuk memaknai kembali “ Perjamuan Terakhir” dari sisi simbolik, kesejarahan maupun sebagai penggalan narasi penting sebagai suatu permenungan nilai-nilainya bagi umat manusia secara luas.

Ketiga adalah penafsiran ulang makna “Perjamuan Terakhir”, yang didasari gabungan imaji dan teks (Injil). Alih-alih bahwa penciptaan karya didasari oleh imaji dan juga oleh konteks relijiositasnya. Novel laris dan kontroversial, Da Vinci Code karangan Dan Brown memanfaatkan teks Injil serta sejarah seni sebagai acuan , sehingga alur cerita menjadi seolah mengandung kebenaran, bahkan memicu reaksi serta menuai kontroversi dari pihak-pihak tertentu. Kontroversi “ Da Vinci Code” menunjukan bahwa The Last Supper dan sekaligus Leonardo da Vinci telah menjadi mitos dalam kehidupan budaya barat dan era global. Sebagai gambaran tragedi sejarah manusia serta ambiguitasnya.

Mitos - setidaknya menurut pakar semiologi Perancis - Roland Barthes, merupakan semacam ‘representasi’ kolektif, menaturalisasikan budaya (sejarah), mitos saat ini lebih berupa “ wacana” daripada kisah panjang. Maka pameran REVISITING THE LAST SUPPER merupakan juga sebagai upaya pendekatan terhadap mitos – mitos yang melingkupi konteks ‘Perjamuan Terakhir’ saat ini, melalui penafsiran secara artistik perupa dengan melibatkan pandangan pribadi masing-masing.

Tentu saja lewat karya - karya ini bagi 16 perupa : Teguh Ostenrik, Hanafi, Ronald Manulang, Davy Linggar, J. Ariadhitya Pramuhendra, Albert Yonathan, Tisa Granicia, Beatrix Hendriani Kaswara (Bex), Hamdan Omar, Indra Leonardi, Yogie Ahmad Ginanjar, Tommy Tenggara, Chandra Johan, Agus’Kacrut’ Sumiantara, Jay Ticar dan Amy Aragon (Filipina) sekaligus pemirsanya punya makna dan tujuan masing-masing, justru keberagaman ini membuktikan bahwa kebebasan artistik dan metoda pendekatan yang bisa memberikan pandangan baru atau cara melihat yang beda. Dan disinilah sebenarnya pondasi dinding untuk meredam mitos-mitos sebelumnya terbangun.

Rifky Effendy
Kurator

Rifky Effendy
http://icurator.wordpress.com
http://imaginingjakarta.wordpress.com
http://contempartnow.wordpress.com

No comments: